Rabu, 19 Agustus 2020

Bahasa Indonesia Terbuka Bahkan Kepada Kesalahan

Mantan KA UPTD
Salah satu sifat bahasa Indonesia seperti bahasa-bahasa lain adalah terbuka. Bahasa Indonesia termasuk salah satu bahasa yang masih muda. Sifat bahasa Indonesia ini sama dengan bahasa melayu. Bukankah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Bahasa Indonesia yang menjadi saudara kandung bahasa Malaysia juga memiliki sifat dengan bahasa Melayu. Sama-sama terbuka.

Bahasa Indonesia Terbuka Bahkan Kepada Kesalahan


Sifat terbukanya bahasa Indonesia ini berlaku dalam segala segi.
Dari segi penyerapan kata, dari segi kaidah tata bahasa, juga dari segi penggunaannya. Dari segi penyerapan kata, bahasa Indonesia karena sumbernya bahasa Melayu, juga lahap terhadap kata dan istilah asing hal ini karena jumlah istilah dan kata dalam bahasa melayu sangat sedikit. Bahasa yang diserap istilahnya dalam bahasa Indonesia antara lain bahasa Arab, Sanskerta, Tamil, Arab, Belanda, Portugis, dan, Inggris, serta bahasa nusantara.

Bahasa Sanskerta, Arab, dan Tamil masuk ke dalam bahasa Indonesia seiring dengan masuknya penyebaran agama. Sanskerta dan Tamil masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia seiring masuknya agama Hindu dan Budha. Bahasa Arab masuk ke dalam bahasa Indonesia seiring masuknya pedagang arab yang juga menyebarkan agama Islam di nusantara. Bahasa Belanda dan  bahasa Portugis diserap ke dalam bahasa Indonesia bersamaan dengan penjajahan bangsa Belanda dan Portugis. Sementara bahasa Inggris semakin banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia karena sebagai bahasa pergaulan internasional dan menjadi bahasa "pengantar" ilmu pengetahuan lintas negara. Hingga kini yang banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah bahasa daerah nusantara khususnya bahasa Jawa. Hal ini karena penutur bahasa Indonesia salah satu yang terbanyak adalah juga penutur bahasa Jawa.

Selain terbuka dengan kata, kaidah, dari bahasa lain. Bahasa Indonesia juga terbuka untuk menerima kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang disengaja. Salah satu, lebih tepatnya, salah dua orang ahli bahasa yang sengaja menyalahi aturan yang sudah disempurnakan. Kedua orang itu adalah Sutan Takdir Alisjahbana dan Ayat Rohaedi. Keduanya adalah ahli di bidang bahasa, bahkan Mang Ayat (panggilan Ayat Rohaedi) juga disebut sebagai Begawan Bahasa Indonesia. 

Kedua pakar bahasa tersebut sama-sama menyalahi aturan bahasa Indonesia dalam wujud tulis. Alisjahbana sengaja menulis 'SETERUKTUR' alih-alih STRUKTUR. Hal ini dikarenakan dia meyakini bahwa gugus konsonan yang diakui dan asli dalam bahasa Indonesia adalah KKVK alias (Konsonan-Konsonan-Vokal-Konsonan). Tidak ada KKKVKK serpeti kata STRUKTUR. Sementara itu, Ayat Rohaedi sengaja selalu menulis mérah dengan layar di atas huruf e. Hal ini sengaja dilakukan oleh pakar tersebut untuk membedakan pelafalan bunyi huruf  agar tidak salah dibaca /mәrah/ seperti huruf e pada kata elang.

Pelanggaran kaidah penulisan bahasa tersebut tidak perlu dipermasalahkan apalagi dipidanakan. Selain karena memiliki alasan yang kuat, pelanggaran yang dilakukan juga tidak merugikan orang lain. Pakar bahasa yang melanggar aturan bahasa bisa atau diperbolehkan, tetapi kalau pakar hukum justru melanggar kaidah dan aturan hukum tentu tidak bisa dibenarkan atau pun diperbolehkan. Anehnya hanya sedikit pakar bahasa yang melanggar, sementara terlalu banyak pakar hukum yang justru melanggar hukum. Entahlah.